SKETSA SANG PENYAIR 4
Sajak: Arisel Ba
: Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah
telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik –
seperti pohon yang baik, yang akarnya teguh,
cabangnya menjulang ke langit, pohon itu memberikan
buahnya di setiap
musim dengan seizin Tuhannya.
Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia supaya
mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang
buruk, yang telah dicabut akar-akarnya daripada permukaan
bumi, tak dapat
tegak sedikit pun.
( al-Quran: Surah Ibrahim, ayat 24 – 26 )
aku tidak tahu bahawa selama ini aku
dimanipulasikan oleh kata, disandiwarakan oleh bahasa apabila setiap kali aku
mencerap hidayah dariNya membius firasat dengan menghunjam hujah falsafah yang
tidak ada berkesudahan tatkala aku membicarakan soal diri, isteri, anak-anak,
cucu-cucu dan menantu-menantuku.
benar sebagaimana kata Sutardji Calzoum
Bachri: Menyair suatu kerjaya serius. Namun penyair tidak harus menyair sampai
mati. Dia boleh meninggalkan kepenyairannya bila saja. Tapi kau: Arisel, jika
sedang menuliskan sajak, kau harus melakukan secara sungguh-sungguh, seintensif
mungkin, semaksimum mungkin. Kau harus melakukan pencarian-pencarian, kau harus
mencari dan menemukan bahasa. Yang tidak menemukan bahasa takkan pernah disebut
penyair.
Yang, aku seorang penyair, lantaran sambil
aku menghirup asap dari pipa tembakau, aku mengarah: Wahai Selamah, buatkan aku
secawan kopi belut!
29 Disember 2011,
Tranum, Tras, Raub, Pahang
Tiada ulasan:
Catat Ulasan